Menurut laporan PISA 2015 (program yang mengurutkan kualitas sistem pendidikan di 72 negara), Indonesia menduduki peringkat ke62. Dua tahun sebelumnya (PISA 2013), Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah atau peringkat 71 dari 73 negara.

PISA membuat peringkat tersebut dengan cara menguji pelajar usia 15 tahun untuk mengetahui apakah mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan (bidang ilmu pengetahuan alam, membaca, dan matematika) yang diperlukan agar bisa berpartisipasi penuh dalam masyarakat modern.

PISA berlandaskan asumsi bahwa seseorang bisa sukses di ekonomi modern bukan karena apa yang mereka tahu, tetapi apa yang bisa mereka lakukan dengan apa yang mereka tahu. Dalam bahasa lain yang lebih universal, kita mengenal istilah “How to think, not what to think” untuk menggambarkan asumsi PISA tersebut.

Sistem pendidikan nasional di Indonesia berpedoman utama pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. UU ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip, yakni pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi-makna.

Selain itu, penyelenggaraan juga harus dalam suatu pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses belajar melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan.

Mutu pendidikan dapat diketahui pada kualitas keluarannya. Masyarakat tidak akan melihat proses bagaimana belajar. Kebanyakan masyarakat kita hanya melihat hasil akhir dari sekian lama peserta didik menempuh pendidikan.

Permasalahan yang banyak muncul sekarang adalah munculnya pertanyaan autokritik, apakah kualitas keluaran dari sistem pendidikan itu termasuk dalam pribadi yang benar-benar berkualitas sebagai “Manusia Pembangun” dengan asumsi mampu membangun dirinya sendiri dan lingkungannya. Tetapi, jelas tidak mudah mengukur mutu produk keluaran tersebut. Hal inilah yang membuat masyarakat menilai seseorang hanya pada hasil keluarannya saja, tanpa melihat proses belajar dan proses mendapatkan keluaran tersebut.

Padahal sangat jelas, bahwa hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal, maka akan sulit mendapat hasil yang maksimal. Realitas pelaksanaan pendidikan di lapangan akan banyak ditentukan oleh petugas yang berada di barisan paling depan, yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah Transformasi Pendidikan Menghadapi Abad 21 melalui ‘Penguatan Peran Budaya Sekolah’ yang disampaikan oleh Kemendikbud Republik Indonesia Kabinet Jokowi-JK.

Program ini bertujuan untuk membentuk insan dan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dan dilandasi semangat gotong royong. Salah satu kerangka strategis Mendikbud 2015-2019 adalah penguatan pelaku pendidikan dan kebudayaan.

Siswa, guru, kepala sekolah, orangtua dan pemimpin institusi pendidikan adalah komponen ekosistem pendidikan yang bekerja sama untuk mewujudkan program ini. Salah satu implementasi konsep penerapan program tersebut terdapat dalam 9 pilar.

Apa itu 9 Pilar?

9 pilar adalah sebuah program pendidikan pada tingkat SMA yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa lebih berhasil di lingkungan perguruan tinggi atau lingkungan lainnya. Persiapan yang dilakukan berorientasi pada kemampuan fundamental atau basic knowledge dan teknik evaluasi pada setiap kegiatan siswa yang diselenggarakan oleh sekolah agar menjadi pribadi pembelajar yang berkarakter.

Seorang pembelajar yang tangguh harus mampu menghadapi berbagai masalah di kehidupan akademiknya atau di kehidupan lainnya, seperti di keluarga, sekolah, masyarakat dan lain sebagainya. Inilah salah satu bentuk tranformasi pendidikan untuk mewujudkan insan dan ekosistem pendidikan yang berkarakter pada abad 21.

Sebagai bentuk tranformasi pendidikan yang mengakomodasi kecakapan abad 21, adapun komponen 9 pilar, yaitu:

  1. Knowledge & Character (Mengarahkan pembentukan pola pikir dan karakter);
  2. Self Mastery (Penguasaan kontrol diri);
  3. Intelectual Capacity (Kecakapan proses berpikir);
  4. Interpersonal and Communication Skill (Membangun kesadaran berinteraksi dan menyampaikan gagasan);
  5. Leadership (Membangun jiwa kepemimpinan);
  6. Foreign Language Proficiency (Peningkatan kemampuan berbahasa Inggris);
  7. Entrepreneurship and Social Entrepreneurship (Pengembangan jiwa kewirausahaan);
  8. History of World Civilization (Penguatan wawasan sejarah peradaban dunia);
  9. Nationalism and Democracy (Penanaman jiwa nasionalisme dan demokrasi).

Apa Keuntungan Pembelajaran 9 Pilar?

Pembelajaran 9 pilar menawarkan sebuah sistem pendidikan karakter yang sistematis, terukur, dan fleksibel untuk kegiatan siswa di sekolah. Program ini sangat baik dijalankan bagi institusi pendidikan yang berkomitmen untuk mendidik hard skill dan soft skill siswa sebagai tugas utama sekolah.

Maraknya konten negatif internet, pergaulan bebas, dan menurunnya norma-norma sosial dalam masyarakat Indonesia, membuat para orang tua siswa khawatir terhadap masa depan anaknya. Kekhawatiran ini semakin bertambah dengan banyaknya kasus kriminal yang terjadi pada anak usia sekolah. Maka dari itu, sekolah sebagai garda terdepan pendidikan seharusnya mampu mendidik siswa agar menjadi cerdas dan berkarakter.

Bagaimana Cara Penerapan 9 Pilar pada Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah?

Penyelenggaran pendidikan di sekolah dilakukan oleh siswa, guru, kepala sekolah, orangtua dan pemimpin institusi pendidikan yang harus saling bekerja sama untuk mensukseskan program 9 pilar. Pembelajaran 9 pilar dapat dilakukan sebagai subjek belajar yang berdiri sendiri.

Pembelajaran tersebut menekankan pada pemahaman konsep dan melatih pola pikir siswa untuk menyikapi suatu masalah. Selanjutnya, konsep dan pola pikir ini diharapkan dapat dibawa kembali atau diintegrasikan pada proses belajar di setiap subjek mata pelajaran oleh guru lainnya.

Begitupun sebaliknya, apabila siswa memiliki sebuah kegiatan di luar kelas atau ekstrakulikuler tertentu, maka 9 pilar dapat hadir sebagai modal dan teknik evaluasi bersikap untuk kegiatan tersebut. Berdasarkan siklus tersebut, maka akan terjadi pembelajaran yang bermakna di mana siswa dapat memahami apa yang dipelajari, sekaligus mampu membangun pola pikir untuk menyikapi suatu permasalahan dalam pembelajaran.

Pengembangan materi 9 pilar dapat dilakukan pada tahap persiapan tahun akademik. Pengembangan ini tidak jauh beda dengan pembuatan Program Tahunan (Prota) dan Program Semester (Promes) untuk menentukan materi dan metode apa yang akan diajarkan.

Hal inilah yang sangat penting bagi penyelengara pendidikan, karena harus memilih keahlian apa yang harus dikuasai oleh siswa dengan mempertimbangkan materi subjek mata pelajaran lain dan kegiatan siswa yang berkaitan dengan pembentukan karakter, seperti bakti sosial dan study tour. Hal ini disebut dengan integrated learning.

Bagaimana 9 Pilar Mampu Meningkatkan Mutu Siswa?

Orang salah belum tentu melakukan dengan sengaja, bisa jadi karena ketidaktahuannya. Orang yang tidak tahu berkemungkinan gegabah untuk memvonis sesuatu, sehingga terjadi penyimpangan dalam menjalani kehidupan. Inilah bahayanya jika kita tidak berilmu dan mengabaikan pentingnya proses belajar.

Belajar dapat diartikan sebagai proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang yang terjadi karena hasil pengalaman, latihan-latihan dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif melalui penambahan, perluasan dan pendalaman pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan, dimana perubahan tersebut relatif menetap dan bertahan lama.

Perubahan dapat dilihat dari indikator pada pengetahuan & pemahaman (kompetensi), sikap & tingkah laku (sikap), kecakapan, keterampilan & kemampuan (keterampilan). Perubahan tersebut sebagai hasil belajar memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat baik tradisonal maupun modern.

Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal, maka akan sulit mendapat hasil yang maksimal. Maka dari itu, program 9 pilar sebagai integrated learning yang meliputi pemahaman konsep dan melatih pola pikir siswa untuk menyikapi suatu masalah dan diintegrasikan pada proses belajar di setiap subjek mata pelajaran oleh guru diproyeksikan akan mampu mencapai indikator belajar sesuai yang diuaraikan diatas.

Ditulis Oleh: Muhammad Mustafa Yusuf

Subscribe To Our Newsletter

Join our mailing list to receive the latest news and updates from our team.

You have Successfully Subscribed!

×

Kami siap membantu Anda

Selamat datang di Hafecs. Jika ada hal yang ingin ditanyakan terkait layanan kami, jangan sungkan untuk bertanya melalui call centre Hafecs di bawah melalui WhatsApp atau kirim email melalui halaman kontak kami
×